
PERATURAN DAERAH
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
NOMOR 5 TAHUN 2008
TENTANG
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR,
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
NOMOR 5 TAHUN 2008
TENTANG
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR,
Menimbang :
a. bahwa daerah
aliran sungai merupakan kesatuan ekosistim yang utuh dari hulu sampai
hilir yang terdiri dari unsur-unsur utama tanah, vegetasi, air maupun
udara dan memiliki fungsi penting dalam pembangunan ekonomi masyarakat
yang berkelanjutan;
b. bahwa kerusakan
daerah aliran sungai di Provinsi Nusa Tenggara Timur dewasa ini semakin
memprihatinkan, sehingga mengakibatkan bencana alam banjir, tanah
longsor, krisis air dan/atau kekeringan yang telah berdampak pada
perekonomian dan tata kehidupan masyarakat;
c. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu;
Mengingat :- Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
- Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043 );
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistimnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
- Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
- Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294);
- Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373);
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
- Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tatacara Peranserta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);
- Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721);
- Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);
- Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3804);
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816);
- Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
- Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
- Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);
- Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453);
- Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
- Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Nomor P.26/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu;
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Nomor : 11 A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai;
- Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 3 Tahun 2001 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2001 Nomor 091 Seri D Nomor 091);
- Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 9 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2006 – 2020 (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2005 Nomor 099 Seri E Nomor 058);
- Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2006 Nomor 003 Seri E Nomor 001);
- Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Nusa Tenggara Timur Tahun 2005 – 2025 ( Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2008 Nomor 001 Seri E Nomor 0011);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
dan
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
dan
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN DAERAH
ALIRAN SUNGAI TERPADU.
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan
dengan :
- Daerah adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
- Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
- Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Timur.
- Daerah Aliran Sungai, disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
- Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu adalah suatu proses penataan yang mengintegrasikan kegiatan berbagai sektor terkait dalam jajaran Pemerintahan bersama swasta maupun dengan masyarakat dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pemberdayaan serta pengendalian kawasan daerah aliran sungai mulai dari hulu sampai hilir bagi kepentingan pembangunan demi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestarian ekosistim kawasan tersebut.
- Bagian hulu daerah aliran sungai adalah wilayah daratan dalam kesatuan daerah aliran sungai yang memiliki ciri topografi bergelombang, berbukit dan/atau bergunung, dengan kerapatan drainase relatif tinggi, merupakan sumber air yang masuk langsung ke sungai utama dan/atau melalui anak-anak sungai, serta sumber erosi yang sebagiannya terangkut ke daerah hilir sungai menjadi sediment.
- Bagian tengah daerah aliran sungai adalah wilayah daratan dalam kesatuan DAS yang membentang mulai dari hulu sampai hilir termasuk sempadan sungai, marupakan sumber penghidupan manusia dan satwa lainnya
- Bagian hilir daerah aliran sungai adalah wilayah daratan dalam kesatuan daerah aliran sungai yang memiliki ciri topografi datar sampai landai, merupakan daerah endapan sediment atau alluvial.
- Sumberdaya daerah aliran sungai adalah seluruh sumberdaya dalam kawasan DAS yang dapat didaya-gunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan sosial, ekonomi dan penopang sistim penyanggah kehidupan manusia maupun satwa lainnya.
- Satuan Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP DAS) adalah satuan wilayah yang terdiri dari satu atau lebih aliran sungai atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang atau sama dengan 2.000 km persegi yang karena kondisi bio-fisiknya disatukan dalam satu wilayah pengelolaan.
- Partisipasi Masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat yang berdiam di daerah aliran sungai atau sekitarnya yakni tokoh adat, tokoh agama dan lain-lain dengan sejumlah pengalaman dan kearifannya dalam menjaga dan mempertahankan kelestarian sumberdaya alam pada masing-masing kawasan daerah aliran sungai.
- Forum Koordinasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang disingkat Forum DAS adalah lembaga koordinatif yang beranggotakan berbagai pihak dan bersifat lintas sektor dalam mengelola daerah aliran sungai.
BAB II
MAKSUD, AZAS DAN TUJUAN
MAKSUD, AZAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud dari pembentukan Peraturan Daerah
ini adalah sebagai pedoman dalam mengelola DAS sebagai salah satu
sumber utama kehidupan manusia dan satwa lainnya secara serasi dan
seimbang melalui perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pemberdayaan
serta pengendalian.
Pasal 3
Pengelolaan DAS
Terpadu dilakukan berdasarkan azas :
a. manfaat dan lestari;
b. kerakyatan dan keadilan;
c. kebersamaan;
d. keterpaduan;
e. keberlanjutan;
f. berbasis masyarakat;
g. kesatuan wilayah dan ekosistem;
h. keseimbangan;
i. pemberdayaan masyarakat;
j. akuntabel dan transparan;
k. pengakuan terhadap kearifan lokal.
b. kerakyatan dan keadilan;
c. kebersamaan;
d. keterpaduan;
e. keberlanjutan;
f. berbasis masyarakat;
g. kesatuan wilayah dan ekosistem;
h. keseimbangan;
i. pemberdayaan masyarakat;
j. akuntabel dan transparan;
k. pengakuan terhadap kearifan lokal.
Pasal 4
Pengelolaan DAS Terpadu bertujuan untuk :
a. Terwujudnya koordinasi, integrasi,
sinkronisasi dan sinergi antar berbagai pihak dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan DAS;
b. Terwujudnya kondisi tata air di DAS yang optimal, meliputi jumlah, kualitas dan distribusinya;
c. Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan DAS;
d. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b. Terwujudnya kondisi tata air di DAS yang optimal, meliputi jumlah, kualitas dan distribusinya;
c. Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan DAS;
d. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
BAB III
RUANG LINGKUP
RUANG LINGKUP
Pasal 5
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan
Daerah ini adalah pengelolaan seluruh kawasan DAS mulai dari hulu,
bagian tengah sampai hilir, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pembinaan dan pemberdayaan serta pengendalian DAS.
BAB IV
PERENCANAAN
PERENCANAAN
Pasal 6
(1) Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu
dimaksudkan untuk merumuskan tujuan, sinkronisasi program dan sistim
monitoring serta evaluasi program dalam satu Satuan Wilayah Pengelolaan
DAS (SWP DAS).
(2) Perencanaan pengelolaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara partisipatif yang melibatkan
berbagai pihak dan lintas sektor, lintas wilayah mulai dari hulu, bagian
tengah sampai hilir, serta lintas disiplin ilmu.
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan pada kajian kondisi bio-fisik, sosial, ekonomi,
politik, kelembagaan dan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyiapan Rencana Pengelolaan DAS
dilakukan oleh Forum DAS.
Pasal 7
(1) Proses penyusunan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
Pasal 6 diatas, meliputi :a. Inventarisasi karakteristik DAS;
b. Identifikasi masalah;
c. Identifikasi berbagai stakeholders;
d. Perumusan tujuan dan sasaran;
e. Perumusan kebijakan dan program;
f. Perumusan bentuk dan struktur kelembagaan;
g. Perumusan sistim pemantauan dan evaluasi;
h. Perumusan sistim insentif dan disinsentif;
i. Perumusan besar dan sumber pendanaan.
(2) Jangka waktu rencana Pengelolaan DAS
Terpadu berlaku selama 15 tahun dan dapat ditinjau kembali
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
proses penyusunan rencana Pengelolaan DAS Terpadu diatur dengan
Peraturan Gubernur.
Pasal 8
Inventarisasi karakteristik DAS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf “a” dilaksanakan
untuk memperoleh data dan informasi tentang bio-fisik, sosial, ekonomi
dan kelembagaan masyarakat dalam suatu kawasan DAS.
Pasal 9
Identifikasi masalah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf “b” dimaksudkan mengetahui
struktur permasalahan yang berhubungan dengan sumberdaya air, lahan,
vegetasi, sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat dalam suatu kawasan
DAS.
Pasal 10
Berdasarkan karakteristik dan
permasalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan 9 di atas perlu
ditetapkan jumlah, luas, lokasi dan urutan prioritas, sebagai basis
pengalokasian dan pendayagunaan sumberdaya dalam Pengelolaan DAS
Terpadu.
Pasal 11
Identifikasi berbagai stakeholders
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf “c” dilaksanakan untuk
mengetahui tugas dan fungsi serta keterkaitan aktivitas unsur
pemerintah, swasta, maupun masyarakat dalam Pengelolaan DAS Terpadu.
Pasal 12
Perumusan Tujuan dan Sasaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf “d” dilaksanakan untuk mewujudkan
kondisi DAS yang ingin dicapai pada akhir periode rencana Pengelolaan
DAS Terpadu yang dinyatakan dalam kriteria dan indikator tertentu.
Pasal 13
Perumusan kebijakan dan program
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf “e” dilaksanakan untuk
menyusun dan menyepakati kebijakan, program dan kegiatan lintas sektor,
lintas wilayah administratif pemerintahan serta lintas disiplin ilmu,
guna mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.
Pasal 14
Perumusan bentuk dan struktur
kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf “f”
dilaksanakan untuk menganalisis dan menyepakati peran masing-masing
pihak terkait dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pemantauan dan pengendalian serta evaluasi pengelolaan.
Pasal 15
Perumusan sistim pemantauan dan evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf “g” dilaksanakan
untuk menyusun dan menyepakati peran berbagai pihak, kriteria, indikator
dan metode pengukuran serta mekanisme pelaporan kinerja Pengelolaan DAS
Terpadu.
Pasal 16
Perumusan sistim insentif dan
disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf “h”
dilaksanakan untuk menyepakati perangkat kebijakan yang memberikan
dorongan terhadap kegiatan yang selaras dengan rencana Pengelolaan DAS
Terpadu dan untuk membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang
tidak selaras dengan rencana Pengelolaan DAS Terpadu.
Pasal 17
Perumusan besaran dan sumber pendanaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf “i” dilaksanakan untuk
menyusun dan menyepakati kebutuhan, mengidentifikasi sumber, mekanisme
dan alokasi pendanaan dalam Pengelolaan DAS Terpadu.
BAB V
PELAKSANAANPasal 18
Pelaksanaan Pengelolaan DAS Terpadu, melalui kegiatan :PELAKSANAANPasal 18
a. Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan dan air;
b. Restorasi hutan serta rehabilitasi dan reklamasi hutan maupun lahan;
c. Konservasi hutan, lahan dan air.
Pasal 19
Pelaksanaan Pengelolaan DAS Terpadu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, harus memenuhi :
a. Kriteria tekhnis sektoral;
b. Persyaratan kelestarian ekosistim DAS;
c. Pola pengelolaan hutan, lahan dan air.
a. Kriteria tekhnis sektoral;
b. Persyaratan kelestarian ekosistim DAS;
c. Pola pengelolaan hutan, lahan dan air.
Pasal 20
Kriteria tekhnis sektoral dalam
Pengelolaan DAS Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf “a”
adalah ukuran untuk menentukan bahwa kegiatan dan usaha pada kawasan
budidaya dan kawasan lindung, baik pada bagian hulu, bagian tengah
maupun hilir DAS, harus memenuhi ketentuan tekhnis sektoral sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 21
Persyaratan kelestarian ekosistim dalam
Pengelolaan DAS Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf “b”
adalah ketentuan yang harus dipenuhi untuk suatu kegiatan dan usaha pada
kawasan budidaya dan kawasan lindung, baik pada bagian hulu, bagian
tengah maupun hilir DAS, agar menghasilkan nilai sinergi terbesar bagi
kesejahteraan masyarakat serta menjamin daya dukung wilayah DAS dan daya
tampung lingkungan.
Pasal 22
Pola pengelolaan hutan, lahan dan air
dalam Pengelolaan DAS Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf
“c” diarahkan khusus pada kawasan budidaya dan kawasan lindung, baik
pada bagian hulu, bagian tengah maupun hilir DAS dengan tujuan untuk
mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan antara
ketersediaan dan pendaya-gunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan
dalam ekosistim DAS dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna
secara berkelanjutan.
Pasal 23
Pola pengelolaan hutan, lahan dan air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 terdiri dari :a. Pola pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan dan air;
b. Pola restorasi dan rehabilitasi hutan dan lahan;
c. Pola konservasi hutan, lahan dan air.
Bagian Kesatu
Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan
dan air
pada kawasan budidaya di bagian hulu DAS
pada kawasan budidaya di bagian hulu DAS
Pasal 24
Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan
dan air pada kawasan budidaya di bagian hulu DAS harus tetap
memperhatikan kelestarian ekosistim, dengan cara:
a. Menerapkan tekhnologi budidaya
secara tepat guna dan ramah lingkungan;
b. Meningkatkan produktivitas hutan dan lahan dengan mencegah dampak
negatif pada daerah hilir;
c. Menerapkan tekhnik konservasi sesuai dengan kondisi tanah pada masing-masing wilayah dengan cara mempertahankan dan meningkatkan penutupan vegetasi tetap, pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah minimal, pembuatan teras, saluran pembuangan air, terjunan air, dam pengendali, dam penahan, pengendali jurang, sumur resapan, embung air, penerapan koefisien dasar bangunan, pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan menghindari penggunaan zat kimiawi;
d. Mempertahankan keberadaan bentuk-bentuk alam;
e. Menjaga kelestarian penutupan vegetasi tetap; dan
f. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Meningkatkan produktivitas hutan dan lahan dengan mencegah dampak
negatif pada daerah hilir;
c. Menerapkan tekhnik konservasi sesuai dengan kondisi tanah pada masing-masing wilayah dengan cara mempertahankan dan meningkatkan penutupan vegetasi tetap, pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah minimal, pembuatan teras, saluran pembuangan air, terjunan air, dam pengendali, dam penahan, pengendali jurang, sumur resapan, embung air, penerapan koefisien dasar bangunan, pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan menghindari penggunaan zat kimiawi;
d. Mempertahankan keberadaan bentuk-bentuk alam;
e. Menjaga kelestarian penutupan vegetasi tetap; dan
f. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan
dan air
pada kawasan lindung di bagian hulu DAS
pada kawasan lindung di bagian hulu DAS
Pasal 25
Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan
dan air pada kawasan lindung di bagian hulu DAS agar tetap memperhatikan
kelestarian ekosistim, perlu dilakukan dengan syarat :
a. Menunjang dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan;
b. Melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan lingkungan;
c. Mendayagunakan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan secara lestari;
d. Mempertahankan keberadaan bentuk bentang alam;
e. Menjaga kelestarian penutupan vegetasi tetap;
f. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
a. Menunjang dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan;
b. Melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan lingkungan;
c. Mendayagunakan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan secara lestari;
d. Mempertahankan keberadaan bentuk bentang alam;
e. Menjaga kelestarian penutupan vegetasi tetap;
f. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Restorasi hutan serta rehabilitasi dan
reklamasi hutan
maupun lahan pada kawasan budidaya di bagian hulu DAS
maupun lahan pada kawasan budidaya di bagian hulu DAS
Pasal 26
Restorasi hutan serta rehabilitasi dan
reklamasi hutan maupun pada kawasan budidaya di bagian hulu DAS agar
tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, perlu dilakukan dengan cara :
a. Menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan;
b. Meningkatkan penutupan vegetasi tetap;
c. Memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi budidaya hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS;
d. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
a. Menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan;
b. Meningkatkan penutupan vegetasi tetap;
c. Memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi budidaya hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS;
d. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Restorasi hutan serta rehabilitasi dan
reklamasi hutan
maupun lahan pada kawasan lindung di bagian hulu DAS
maupun lahan pada kawasan lindung di bagian hulu DAS
Pasal 27
Restorasi hutan serta rehabilitasi dan
reklamasi hutan maupun pada kawasan lindung di bagian hulu DAS agar
tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, perlu dilakukan dengan cara :
a. Menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan;
b. Meningkatkan penutupan vegetasi tetap;
c. Memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lindung hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS;
d. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
a. Menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan;
b. Meningkatkan penutupan vegetasi tetap;
c. Memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lindung hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS;
d. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kelima
Konservasi hutan, lahan dan pada
kawasan budidaya di bagian hulu DAS
kawasan budidaya di bagian hulu DAS
Pasal 28
Konservasi hutan, lahan dan pada kawasan
budidaya di bagian hulu DAS agar tetap memperhatikan kelestarian
ekosistim, perlu dilakukan dengan cara :
a. Menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan;
b. Melindungi dan melestarikan keberadaan dan kualitas sumberdaya hutan, lahan dan air;
c. Menjaga keseimbangan fungsi tata air DAS;
d. Menjaga daya dukung DAS dan daya tampung lingkungan;
e. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
a. Menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan;
b. Melindungi dan melestarikan keberadaan dan kualitas sumberdaya hutan, lahan dan air;
c. Menjaga keseimbangan fungsi tata air DAS;
d. Menjaga daya dukung DAS dan daya tampung lingkungan;
e. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keenam
Konservasi hutan, lahan dan pada
kawasan lindung di bagian hulu DAS
kawasan lindung di bagian hulu DAS
Pasal 29
Konservasi hutan, lahan dan pada kawasan
lindung di bagian hulu DAS agar tetap memperhatikan kelestarian
ekosistim, perlu dilakukan dengan cara :
a. Menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan;
b. Melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan alam;
c. Melestarikan fungsi lindung hutan, tanah dan kondisi tata air DAS;
d. Mempertahankan dan meningkatkan penutupan vegetasi tetap;
e. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
a. Menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan;
b. Melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan alam;
c. Melestarikan fungsi lindung hutan, tanah dan kondisi tata air DAS;
d. Mempertahankan dan meningkatkan penutupan vegetasi tetap;
e. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketujuh
Pemanfaatan dan penggunaan hutan,
lahan dan air pada bagian tengah DAS
lahan dan air pada bagian tengah DAS
Pasal 30
(1). Pemanfaatan dan penggunaan hutan,
lahan dan air pada bagian tengah DAS yang dipakai untuk bangunan rumah,
tempat usaha atau sarana sosial lainnya harus dilakukan dengan tetap
memperhatikan kriteria teknis sektoral, kelestarian ekosistem, dan pola
pengelolaan hutan, lahan dan air, agar tidak mempersempit penampang
sungai dan/atau pengrusakan hutan dan lahan.
(2). Hutan dan lahan sepanjang bagian
tengah yang mengalami kerusakan sebagai akibat pemanfaatan dan
penggunaan dengan tidak mengindahkan kriteria sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus dilakukan restorasi, rehabilitasi dan reklamasi.
Bagian Kedelapan
Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan
dan air
pada kawasan budidaya di bagian hilir DAS
pada kawasan budidaya di bagian hilir DAS
Pasal 31
Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan
dan air pada kawasan budidaya di bagian hilir DAS harus tetap
memperhatikan kelestarian ekosistim, dengan cara :
a. Menerapkan tekhnologi budidaya secara
tepat guna dan ramah lingkungan;
b. Meningkatkan produktivitas hutan dan lahan dengan mencegah dampak negatif pada daerah hilir;
c. Menerapkan tekhnik konservasi tanah dan air berupa penanaman tanaman bervegetasi tetap dan rumput-rumputan, pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah minimal, pembuatan teras, saluran pembuangan air, terjunan air, dam pengendali, dam penahan, pengendali jurang, sumur resapan, embung air, penerapan koefisien dasar bangunan, pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan menghindari penggunaan zat kimiawi;
d. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Meningkatkan produktivitas hutan dan lahan dengan mencegah dampak negatif pada daerah hilir;
c. Menerapkan tekhnik konservasi tanah dan air berupa penanaman tanaman bervegetasi tetap dan rumput-rumputan, pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah minimal, pembuatan teras, saluran pembuangan air, terjunan air, dam pengendali, dam penahan, pengendali jurang, sumur resapan, embung air, penerapan koefisien dasar bangunan, pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan menghindari penggunaan zat kimiawi;
d. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kesembilan
Pemanfaatan dan penggunaan hutan,
lahan dan air pada kawasan lindung
di bagian hilir DAS
lahan dan air pada kawasan lindung
di bagian hilir DAS
Pasal 32
Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan
dan air pada kawasan lindung di bagian hilir DAS agar tetap
memperhatikan kelestarian ekosistim, perlu dilakukan dengan syarat :
a. Menunjang dan mempertahankan
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
alam dan sumberdaya buatan;
b. Melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan lingkungan;
c. Mendayagunakan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan secara lestari;
d. Mempertahankan keberadaan bentuk bentang alam;
e. Menjaga kelestarian penutupan vegetasi tetap;
f. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan lingkungan;
c. Mendayagunakan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan secara lestari;
d. Mempertahankan keberadaan bentuk bentang alam;
e. Menjaga kelestarian penutupan vegetasi tetap;
f. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kesepuluh
Restorasi hutan serta rehabilitasi dan
reklamasi hutan
maupun lahan pada kawasan budidaya di bagian hilir DAS
maupun lahan pada kawasan budidaya di bagian hilir DAS
Pasal 33
Restorasi hutan serta rehabilitasi dan
reklamasi hutan maupun pada kawasan budidaya di bagian hilir DAS agar
tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, perlu dilakukan dengan cara :
a. Menerapkan tekhnologi tepat guna dan
ramah lingkungan;
b. Meningkatkan penutupan vegetasi tetap;
c. Memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi budidaya hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS;
d. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Meningkatkan penutupan vegetasi tetap;
c. Memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi budidaya hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS;
d. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kesebelas
Restorasi hutan serta rehabilitasi dan
reklamasi hutan
maupun lahan pada kawasan lindung di bagian hilir DAS
maupun lahan pada kawasan lindung di bagian hilir DAS
Pasal 34
Restorasi hutan serta rehabilitasi dan
reklamasi hutan maupun pada kawasan lindung di bagian hilir DAS agar
tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, perlu dilakukan dengan cara :
a. Menerapkan tekhnologi tepat guna dan
ramah lingkungan;
b. Meningkatkan penutupan vegetasi tetap;
c. Memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lindung hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS;
d. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Meningkatkan penutupan vegetasi tetap;
c. Memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lindung hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS;
d. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keduabelas
Konservasi hutan, lahan dan pada
kawasan budidaya di bagian hilir DAS
kawasan budidaya di bagian hilir DAS
Pasal 35
Konservasi hutan, lahan dan pada kawasan
budidaya di bagian hilir DAS agar tetap memperhatikan kelestarian
ekosistim, perlu dilakukan dengan cara :
a. Menerapkan tekhnologi tepat guna dan
ramah lingkungan;
b. Melindungi dan melestarikan keberadaan dan kualitas sumberdaya hutan, lahan dan air;
c. Menjaga keseimbangan fungsi tata air DAS;
d. Menjaga daya dukung DAS dan daya tampung lingkungan;
e. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Melindungi dan melestarikan keberadaan dan kualitas sumberdaya hutan, lahan dan air;
c. Menjaga keseimbangan fungsi tata air DAS;
d. Menjaga daya dukung DAS dan daya tampung lingkungan;
e. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketigabelas
Konservasi hutan, lahan dan pada
kawasan lindung di bagian hilir DAS
kawasan lindung di bagian hilir DAS
Pasal 36
Konservasi hutan, lahan dan pada kawasan
lindung di bagian hilir DAS agar tetap memperhatikan kelestarian
ekosistim, perlu dilakukan dengan cara :
a. Menerapkan tekhnologi tepat guna dan
ramah lingkungan;
b. Melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan alam;
c. Melestarikan fungsi lindung hutan, tanah dan kondisi tata air DAS;
d. Mempertahankan dan meningkatkan penutupan vegetasi tetap;
e. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan alam;
c. Melestarikan fungsi lindung hutan, tanah dan kondisi tata air DAS;
d. Mempertahankan dan meningkatkan penutupan vegetasi tetap;
e. Mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN
Pasal 37
(1) Pembinaan dan pemberdayaan dalam
mengelola DAS bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas
institusi Pemerintah, Swasta dan masyarakat dalam perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta pendanaan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh dan antar Pemerintah secara berjenjang
maupun oleh dan antar swasta dan institusi masyarakat melalui pemberian
pedoman, supervisi dan konsultasi, pendidikan dan pelatihan, pemberian
bantuan tekhnis, sosialisasi serta penyediaan sarana dan prasarana.
(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, Swasta maupun institusi
masyarakat kepada masyarakat yang mendiami DAS dan sekitarnya secara
partisipatif melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, pendampingan,
pemberian bantuan modal, advokasi, serta penyediaan sarana dan
prasarana.
Pasal 38
(1) Masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 di atas adalah masyarakat adat yang secara turun-temurun
telah memiliki hak mengusahakan wilayah DAS, tetap diakui, dihormati dan
dilindungi hak-haknya serta terlibat dan/atau dilibatkan dalam
Pengelolaan DAS Terpadu
(2) Masyarakat adat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memiliki hak untuk :
a. Menikmati manfaat berupa barang dan
jasa lingkungan yang dihasilkan
dari Pengelolaan DAS Terpadu;
b. Mengetahui informasi tentang pengelolaan DAS termasuk didalamnya rencana Pengelolaan DAS Terpadu;
c. Berperan serta dalam setiap proses pengambilan keputusan mulai dari perencanaan sampai dengan pengendalian pengelolaan DAS;
d. Memperoleh kompensasi yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana Pengelolaan DAS Terpadu.
(3) Masyarakat adat berkewajiban untuk :dari Pengelolaan DAS Terpadu;
b. Mengetahui informasi tentang pengelolaan DAS termasuk didalamnya rencana Pengelolaan DAS Terpadu;
c. Berperan serta dalam setiap proses pengambilan keputusan mulai dari perencanaan sampai dengan pengendalian pengelolaan DAS;
d. Memperoleh kompensasi yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana Pengelolaan DAS Terpadu.
a. Mengembangkan pemanfaatan sumberdaya
DAS yang ramah lingkungan;
b. Mematuhi program Pengelolaan DAS Terpadu;
c. Memperhatikan keberlanjutan ekosistem sumberdaya hutan, lahan dan air di DAS dalam pemanfaatannya bagi keberlanjutan hidup mereka;
d. Melakukan pengawasan dalam pemanfaatan sumberdaya hutan, lahan dan air di DAS.
b. Mematuhi program Pengelolaan DAS Terpadu;
c. Memperhatikan keberlanjutan ekosistem sumberdaya hutan, lahan dan air di DAS dalam pemanfaatannya bagi keberlanjutan hidup mereka;
d. Melakukan pengawasan dalam pemanfaatan sumberdaya hutan, lahan dan air di DAS.
BAB VII
PENGENDALIAN
Pasal 39
Pengendalian DAS dilakukan melalui kegiatan :a. Monitoring;
b. Evaluasi.
Pasal 40
(1) Monitoring Pengelolaan DAS Terpadu
diselenggarakan melalui kegiatan pemantauan, pengawasan dan
penertiban dalam kawasan budidaya dan lindung, baik pada bagian
hulu, bagian tengah maupun hilir DAS.
(2) Monitoring sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertujuan menjaga konsistensi antara rencana
Pengelolaan DAS Terpadu dengan pelaksanaan kegiatan dari masing-masing
sektor pembangunan, dilakukan oleh Pemerintah Daerah dibantu oleh Forum
DAS dalam bentuk pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
(2) Tata cara dan instrumen monitoring
sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 41
(1) Evaluasi dilaksanakan untuk menilai
keberhasilan dan perumusan rencana tindak lanjut Pengelolaan DAS
Terpadu.
(3) Mekanisme dan instrumen evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 42
Pelaksanaan Pengelolaan DAS Terpadu yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pemberdayaan serta
pengendalian wajib dilaksanakan secara terkoordinasi sesuai dengan
urusan yang menjadi kewenangan masing-masing tingkatan Pemerintahan.
BAB VIII
KELEMBAGAAN PENGELOLAAN
Pasal 43
(1) Pengelolaan DAS Terpadu
dilaksanakan secara koordinatif dengan melibatkan berbagai pihak,
lintas sektor, lintas wilayah administrasi dan lintas disiplin ilmu.
(2) Untuk mengoptimalkan keterlibatan
berbagai pihak dalam pelaksanaan kebijakan Pengelolaan
DAS Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Gubernur membentuk Forum
DAS.
(3) Anggota Forum DAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berasal dari unsur Pemerintah Daerah,
Swasta dan Masyarakat.
(4) Forum DAS bertanggung jawab kepada Gubernur.
(5) Jumlah, unsur asal anggota serta
tata cara pembentukan Forum DAS ditetapkan dengan Keputusan
Gubernur dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan daerah
Pasal 44
Forum DAS mempunyai tugas membantu Gubernur dalam hal :
a. Merumuskan kebijakan operasional dan
strategi Pengelolaan DAS Terpadu Tingkat Provinsi;
b. Melaksanakan koordinasi dan konsultasi untuk menyelaraskan kepentingan antar sektor, antar wilayah dan antar pemangku kepentingan dalam Pengelolaan DAS Terpadu Tingkat Provinsi;
c. Menyusun rencana Pengelolaan DAS Terpadu untuk sungai lintas Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi;
d. Menyusun mekanisme pengendalian terhadap penggunaan dan pemanfaatan hutan dan lahan disepanjang DAS yang dilakukan oleh instansi sektoral, badan usaha dan masyarakat;
e. Mengelola dana Pengelolaan DAS Terpadu yang bersumber dari dunia usaha dan masyarakat secara transparan dan akuntabel;
f. Ketentuan lebih lanjut tentang mekanisme kerja Forum DAS diatur oleh Gubernur.
b. Melaksanakan koordinasi dan konsultasi untuk menyelaraskan kepentingan antar sektor, antar wilayah dan antar pemangku kepentingan dalam Pengelolaan DAS Terpadu Tingkat Provinsi;
c. Menyusun rencana Pengelolaan DAS Terpadu untuk sungai lintas Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi;
d. Menyusun mekanisme pengendalian terhadap penggunaan dan pemanfaatan hutan dan lahan disepanjang DAS yang dilakukan oleh instansi sektoral, badan usaha dan masyarakat;
e. Mengelola dana Pengelolaan DAS Terpadu yang bersumber dari dunia usaha dan masyarakat secara transparan dan akuntabel;
f. Ketentuan lebih lanjut tentang mekanisme kerja Forum DAS diatur oleh Gubernur.
Pasal 45
Pemerintah, Swasta dan atau Masyarakat
di Kabupaten/Kota yang memiliki sungai yang tidak lintas Kabupaten/Kota
dapat memprakarsai pembentukan Forum DAS pada `wilayah masing-masing
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 46
Pembiayaan pelaksanaan Pengelolaan DAS
Terpadu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan
sumber-sumber lain yang tidak mengikat, sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
G u g a t a n
G u g a t a n
Pasal 47
(1) Setiap orang atau masyarakat berhak
mengajukan gugatan secara perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan
kepada aparat penegak hukum terhadap kerusakan ekosistim DAS yang
merugikan kehidupan masyarakat.
(2) Organisasi lingkungan hidup berhak
mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi DAS.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian Sengketa
Pasal 48
(1) Penyelesaian sengketa pengelolaan
DAS dapat ditempuh melalui musyawarah mufakat.
(2) Bila tidak dapat diselesaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaian sengketa
pengelolaan DAS dapat ditempuh melalui pengadilan.
(3) Penyelesaian sengketa melalui jalur
pengadilan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB XI
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 49
(1) Selain Penyidik Umum, penyidikan
atas pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Wewenang Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari
seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penyitaan benda dan atau bahan bukti lain;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. Mendatangkan saksi ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penyidik, penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. Melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penyitaan benda dan atau bahan bukti lain;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. Mendatangkan saksi ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penyidik, penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. Melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 50
(1) Barangsiapa melakukan tindak pidana,
diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda
paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 51
(1) Pejabat Pemerintah yang dalam
tindakannya tidak sesuai dengan kebijakan pengelolaan DAS dikenakan
sanksi administratif oleh Gubernur.
(2) Sanksi administratif diberlakukan
sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Hal-hal yang belum diatur dalam
Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai tekhnis pelaksanaannya akan
diatur lebih lanjut oleh Gubernur.
Pasal 53
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Ditetapkan di Kupang
pada tanggal 25 Maret 2008
pada tanggal 25 Maret 2008
GUBERNUR NUSA TENGGARA
TIMUR,
TTD
PIET ALEXANDER TALLO
Diundangkan di Kupang
pada tanggal 25 Maret 2008
SEKRETARIS DAERAH PROVINSIpada tanggal 25 Maret 2008
NUSA TENGGARA TIMUR,
TTD
JAMIN HABID
LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2008 NOMOR 005 SERI E NOMOR 004
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
NOMOR 5 TAHUN 2008
TENTANG
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
TERPADU
I. UMUM :
1. Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan
luas wilayah 247.349,9 km2; 47.349,9 km2 atau sekitar 4.735.000 ha
diantaranya merupakan wilayah daratan yang memiliki kurang lebih 307
Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai sesungguhnya merupakan
konsep dalam pengelolaan sumber daya air yang menurut Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air didefinisikan sebagai suatu
ruang hidup dengan keragaman sifat dan karakteristik sosial, ekonomi,
budaya, biofisik, satuan lahan dan sumber daya alam di atasnya.
Sebagai sebuah konsep dasar dalam
pengelolaan SDA, maka pengelolaan DAS seharusnya merupakan gambaran dari
keterpaduan diantara butir-butir pilar dan aspek pengelolaannya. Pilar
pengelolaan dimaksud adalah fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi.
Sedangkan aspek pengelolaan meliputi 4 (empat) aspek penting, yaitu
konservasi, penggunaan, pengendalian dan pengembangan sistim informasi.
Kekurang-paduan diantara pilar-pilar dan aspek-aspek pengelolaan DAS
akan mendatangkan permasalahan serius.
Dalam konteks Nusa Tenggara Timar,
sedikitnya terdapat empat permasalahan mendasar disekitar DAS; Pertama,
laju peningkatan lahan kritis yang kian meluas, dimana saat ini telah
mencapai 2.195.756 ha atau 46% dari luas wilayah NTT; Kedua, menurunnya
produktivitas lahan pertanian; Ketiga, menurunnya fungsi DAS sebagai
daerah tangkapan air; dan Keempat, menurunnya fungsi DAS sebagai penahan
laju limpasan permukaan (run off) terutama ketika terjadi curah hujan
dengan intensitas tinggi dalam sebulan pada setiap musim hujan. Kondisi
ini telah mengakibatkan sebagian besar tutupan lahan sudah terkuras atau
terbuka yang pada gilirannya akan menimbulkan erosi dan pendangkalan
sungai, sehingga banjir dan tanah longsor tidak dapat dihindari dan
menimbulkan kerugian yang sangat besar bahkan merenggut nyawa manusia.
Oleh karena itu, air merupakan permasalahan serius di Nusa Tenggara
Timur.
2 Permasalahan di daerah aliran sungai
sesungguhnya merupakan implikasi dari kondisi geografi dan demografi
khas NTT. Hampir seluruh wilayah NTT beriklim tropis yang hanya memiliki
3 sampai 4 bulan hujan dalam setahun, dan satu bulan diantaranya
intensitas dan volume curah hujannya sangat tinggi. Hampir 66 % wilayah
daratan hanya memiliki kedalaman tanah kurang atau sama dengan 60 cm;
dengan tingkat kemiringan tanah diatas 40 derajat seluas 62 %.
Disamping itu, aspek Sumberdaya manusia
juga memiliki sumbangan yang tidak kecil dan ikut memperparah keadaan di
daerah aliran sungai. Dari total penduduk di Nusa Tenggara Timur yang
berjumlah 4.260.294 jiwa; 1.546.100 (36,29%) diantaranya merupakan
penduduk miskin, dimana 81,82% dari penduduk miskin tersebut adalah
petani yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, kehutanan,
perkebunan, peternakan dan perikanan.
Jumlah penduduk yang banyak tersebut
tidak sebanding dengan daya dukung lahan yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka; dengan demikian upaya untuk membangun
perekonomian masyarakat melalui sektor pertanian mengalami tantangan
yang sangat berat, sehingga peluang untuk pemanfaatan sumberdaya alam
secara tidak bertanggungjawab diproyeksikan akan terus meningkat.
Keterbatasan alternatif pekerjaan menyebabkan ketergantungan terhadap
pertanian lahan kering sangat tinggi dengan tingkat pendapatan yang
masih rendah, dimana 88,28% masyarakat memiliki rata-rata pendapatan
lebih kecil dari Rp.200.000/bulan. Implikasi dari kondisi ini,
kemiskinan seakan menjadi sulit terentaskan dari kehidupan masyarakat di
wilayah ini.
Karena fungsi DAS merupakan ruang hidup
dengan intensitas kepentingan yang berbeda-beda dari sebagian besar
penduduk NTT, tentu berkonsekuensi langsung pada penurunan fungsi DAS
sebagaimana dikemukakan diatas. Oleh karena itu upaya perlindungan
daerah aliran sungai melalui rehabilitasi hutan dan lahan merupakan
sebuah tantangan berat, karena bersentuhan langsung dengan persoalan
dasar yang berkaitan dengan mata pencaharian, aspek sosial, ekonomi dan
budaya serta tingkat pendapatan yang masih rendah sangat melilit setiap
aspek kehidupan masyarakat. Harapan melalui rekayasa sosial dan
pelibatan masyarakat dalam upaya rehabilitasi lahan mengalami kendala
karena fakta memperlihatkan tingkat pendidikan masyarakat masih rendah,
dalam hal ini yang mengenyam pendidikan tidak sekolah sampai tamat
Sekolah Dasar sebesar mencapai 74,57%, sedangkan yang menamatkan SLTP
hanya mencapai 11,68%, Tamat SLTA sebanyak 11,34% dan yang merampungkan
studi hingga perguruan tinggi hanya 2,41%. Dengan kondisi pendidikan
seperti di atas, upaya untuk melakukan penyuluhan memerlukan keseriusan
dan kesabaran, karena proses transfer informasi dan teknologi akan
sangat lambat.
3. Konservasi sumberdaya hutan dan
keanekaragaman hayati sudah dimulai dengan memprioritaskan pengelolaan
kawasan hutan yang berfungsi lindung sebagai daerah tangkapan air.
Beberapa kawasan prioritas perlindungan adalah pada kawasan Hutan Mutis
Timau yang merupakan daerah tangkapan dan hulu dari DAS Benain-Noelmina;
kawasan hutan Laiwanggi-Wanggameti dan Manupeu-Tanadaru yang merupakan
daerah hulu utama dari DAS Kambaniru di Sumba, serta kawasan hutan
Bajawa yang merupakan daerah hulu utama DAS Aesesa di Kabupaten Ngada.
Kawasan hutan gunung Mandosawu atau Kawasan TWA Ruteng di Kabupaten
Manggarai merupakan hulu dari DAS Wae Laku, Wae Dingin, dan Wae Musur
dan berhilir di Borong Kabupaten Manggarai Timur; serta DAS Wae Mese,
Wae Mantara berhilir di Kecamatan Satarmese, dan DAS Wae Pese berhilir
di Reo Kabupaten Manggarai. Kawasan hutan Meler Kuwus di Kabupaten
Manggarai merupakan hulu DAS Wae Kanta bermuara di Lembor Kabupaten
Manggarai Barat. Kawasan hutan Illimedo merupakan hulu DAS Lengkong Gete
di Kabupaten Sikka bermuara di Pantai Utara. Kawasan hutan Kimang
Boleng di Kabupaten Ende merupakan hulu DAS yang bermuara di pantai
selatan Ende.
Kawasan-kawasan hutan yang disebutkan diatas merupakan satuan-satuan blok hutan yang masih cukup luas dan memiliki peran ekologis yang sangat signifikan dalam mempertahankan peranan hidrologi dan ekosistim DAS.
Kawasan-kawasan hutan yang disebutkan diatas merupakan satuan-satuan blok hutan yang masih cukup luas dan memiliki peran ekologis yang sangat signifikan dalam mempertahankan peranan hidrologi dan ekosistim DAS.
Dalam konteks pembangunan Timor Barat,
kawasan hutan Mutis Timau merupakan satu-satunya benteng ekologi yang
bisa mendukung fungsi lingkungan bagi ekosistim di Timor Barat, karena
sedikitnya terdapat tiga sungai besar yang berhulu di Mutis Timau yaitu
Benain, Noelmina dan Noebesi.
Salah satu persoalan adalah penurunan potensi dan nilai keanekaragaman hayati yang cukup signifikan, sehingga dikuatirkan berdampak pada penurunan fungsi dan daya dukung sebagai resevoir utama bagi lima Kabupaten/Kota di Pulau Timor. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Flores, Sumba dan pulau-pulau lainnya di wilayah ini.
Salah satu persoalan adalah penurunan potensi dan nilai keanekaragaman hayati yang cukup signifikan, sehingga dikuatirkan berdampak pada penurunan fungsi dan daya dukung sebagai resevoir utama bagi lima Kabupaten/Kota di Pulau Timor. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Flores, Sumba dan pulau-pulau lainnya di wilayah ini.
4 Selain itu, keragaman etnis, budaya
dan nilai adat istiadat yang cukup tinggi dalam komunitas masyarakat NTT
merupakan kekayaan yang memiliki nilai tersendiri, termasuk dalam
pemanfaatan hutan, tanah dan air, namun tetap memerlukan kehati-hatian
dalam memanfaatkannya. Tingginya keragaman etnolinguistik yang ada
mempunyai kontribusi langsung terhadap tingkat keragaman penafsiran dan
persepsi tentang hutan, tanah, air dan sumberdaya alam. Revitalisasi
nilai sosial budaya (kearifan lokal) merupakan salah satu peluang
strategis yang bisa dimanfaatkan dalam mendukung upaya tersebut, karena
nilai sosial budaya memiliki sustainabilitas yang tinggi dan hanya akan
berakhir ketika manusia tidak lagi mau berbudaya atau beradab.
Berangkat dari sebagian kecil model
kearifan lokal yang ada, memberikan gambaran kepada kita bahwa
sebenarnya kita memiliki modal yang cukup kuat untuk membangun sektor
kehutanan dengan memanfaatkan apa yang ada pada masyarakat lokal pada
setiap daerah. Keanekaragaman konsepsi dan pandangan masyarakat terhadap
hutan, tanah, air, lingkungan dan sumberdaya alam mengingatkan kita
akan kebhinekaan potensi dan peluang dalam melestarikannya. Persoalan
yang dihadapi adalah efektivitas aturan adat yang semakin melemah
seiring dengan depresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai dan
prinsip-prinsip etika sosial lokal padahal kearifan lokal merupakan
modal sosial pembangunan dan simbol interaksi masyarakat dalam
mendayagunakan sumberdaya alam di sekitarnya.
Oleh karena itu, selain diperlukan
pengaturan peran dan fungsi dari semua komponen birokrasi Pemerintahan
dalam pengelolaan daerah aliran sungai, tetapi juga terus diupayakan
agar kearifan budaya lokal yang dianut masyarakat diakomodir dan
mewarnai perumusan kebijakan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan,
khususnya pada pengelolaan daerah aliran sungai.
5 Dari segi kelembagaan, sarana dan
prasarana dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Nusa Tenggara Timur
sebenarnya sangat memadai, karena banyak institusi baik instansi
vertikal maupun daerah dengan segala fasilitas yang dimiliki diharapkan
mampu untuk menanggulangi kerusakan DAS. Dalam kenyataannya,
masing-masing instansi masih bergerak pada koridornya sendiri-sendiri
berdasarkan target lembaga, sehingga pengelolaan yang bersifat terpadu
sangat sulit dilakukan karena tidak adanya mekanisme yang mengatur
sinergisitas diantara sektor yang berkepentingan.
Sehubungan dengan itu, kehadiran sebuah
perangkat peraturan dalam bentuk Peraturan Daerah bersifat mengatur dan
mengikat semua instansi atau lembaga Pemerintah, Swasta dan masyarakat
untuk melakukan pengelolaan yang bersifat integratif pada kawasan daerah
aliran sungai menjadi kebutuhan mendesak.
II. PASAL DEMI PASAL :Pasal 1 : Cukup jelas.
Pasal 2 : Cukup jelas.
Pasal 3 Huruf a : Yang dimaksud dengan Asas manfaat dan lestari adalah :
- Manfaat dan lestari antara pertimbangan ekonomi dengan pertimbangan ekologi;
- Manfaat dan lestari antara ekosistim daratan dan ekosistim sungai;
- Manfaat dan lestari dalam hal perencanaan sektor secara horizontal, dengan mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari sektor dan instansi terkait;
- Manfaat dan lestari dalam hal perencanaan secara vertikal, dengan mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari level pemerintahan yang berbeda, seperti Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota;
- Manfaat dan lestari antar pemangku kepentingan dari berbagai lapisan masyarakat;
- Manfaat dan lestari dalam hal perencanaan tata ruang yang dilakukan secara partisipatif dan transparan, yang mengakomodir kepentingan masyarakat adat.
Huruf b : Yang dimaksud dengan Asas
kerakyatan dan keadilan adalah DAS dikelola secara adil bagi kepentingan
seluruh rakyat, khususnya yang mendiami kawasan DAS.
Huruf c : Yang dimaksud dengan Asas
kebersamaan adalah perencanaan pengelolaan DAS disusun secara bersama
oleh berbagai pihak, Pemerintah, Swasta maupun masyarakat.
Huruf d : Yang dimaksud dengan Asas keterpaduan adalah :- Keterpaduan antara pertimbangan ekonomi dengan pertimbangan ekologi;
- Keterpaduan antara ekosistem daratan dengan ekosistem sungai;
- Keterpaduan antara ilmu pengetahuan dengan manajemen;
- Keterpaduan perencanaan sektor secara horizontal, dengan mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari sektor dan instansi terkait;
- Keterpaduan perencanaan secara vertikal, dengan mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari level pemerintahan yang berbeda, seperti Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota;
- Keterpaduan antar pemangku kepentingan dari berbagai lapisan masyarakat;
- Keterpaduan perencanaan Tata Ruang dilakukan secara partisipatif dan transparan, yang mengakomodir kepentingan mayarakat adat.
Huruf e : Yang dimaksud dengan Asas
keberlanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini
tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri.
Huruf f : Yang dimaksud dengan Asas
berbasis masyarakat adalah proses pengelolaan sumberdaya daerah aliran
sungai yang menjadi penopang masyarakat setempat melalui pemberian hak
yang efektif pada masyarakat itu mengenai penggunaan sumberdaya
tersebut, dengan prinsip-prinsip: Sukarela bukan pemaksaan; insentif
bukan sanksi; penguatan bukan birokrasi; proses bukan substansi; dan
penunjuk arah bukan jalan spesifik.
Huruf g : Yang dimaksud dengan Asas
kesatuan wilayah dan ekosistem adalah wilayah dan ekosistem merupakan
dua pokok yang menyatu (convergent), di mana secara yuridis berlakunya
Peraturan Daerah ini terbatas pada Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
tetapi karena pencemaran dan perusakan di suatu tempat akan langsung
memiliki dampak terhadap lokasi yang berdekatan maka sekalipun bukan
merupakan hak pengelolaan, namun memiliki hak untuk setidaknya
mengetahui dan mengawasi kegiatan di lokasi yang kemungkinan besar akan
berdampak pada masyarakat di daerah yang bersangkutan.
Huruf h : Yang dimaksud dengan Asas
keseimbangan adalah tiap kegiatan yang dijalankan harus memperhatikan
pemulihan fungsi ekosistem sehingga pengembangan dan pemanfaatan
sumberdaya mempertimbangkan kelestarian sumberdaya yang ada.
Huruf i : Yang dimaksud dengan Asas
pemberdayaan masyarakat adalah kegiatan dijalankan bertujuan untuk
membangun kapasitas dan kemampuan masyarakat melaksanakan dan mengawasi
pelaksanaan kegiatan sehingga masyarakat memiliki akses yang adil dalam
pengelolaan sumberdaya daerah aliran sungai.
Huruf j : Yang dimaksud dengan Asas
akuntabel dan transparan adalah mekanisme kegiatan ditetapkan secara
transparan, demokratis, dapat dipertanggung-jawabkan, menjamin
kesejahteraan masyarakat, serta memenuhi kepastian hukum, dijalankan
oleh pemerintah, masyarakat, sektor swasta serta berbagai pihak lain
yang berkepentingan.
Huruf k : Yang dimaksud dengan Asas
pengakuan terhadap kearifan tradisional masyarakat lokal dalam
pengelolaan sumberdaya daerah aliran sungai adalah penerimaan oleh
pemerintah tentang kenyataan adanya ketentuan-ketentuan memelihara
lingkungan alam sekitar oleh kelompok masyarakat yang telah dijalani
turun-temurun dan telah menunjukkan adanya manfaat yang diterima
masyarakat maupun lingkungan
Pasal 4 Huruf a : Cukup jelas.
Huruf b : Air sebagai unsur ekosistim
DAS diperlukan untuk berbagai kepentingan seperti pertanian, rumah
tangga dan penyeimbang lingkungan, kebutuhan air tersebut dapat dipenuhi
baik secara kuantitas maupun kualitas sepanjang tahun.
Huruf c : Lahan dalam DAS bisa
dipandang sebagai faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa
guna memenuhi kebutuhan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya, harus
diusahakan dalam batas-batas kemampuan sumberdaya alam sehingga dapat
berproduksi secara berkelanjutan tanpa mengalami degradasi.
Yang dimaksud dengan daya dukung DAS
adalah kemampuan DAS dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia yang berada
dalam DAS tersebut dalam periode waktu tertentu.
Yang dimaksud dengan daya tampung
lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk menerima masukan materi (
biotik dan abiotik) yang berasal dari luar lingkungan yang bersangkutan
tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan.
Huruf d : Cukup jelas.Pasal 5 : Cukup jelas.
Pasal 6 Ayat (1) : Pengelolaan DAS yang
bersifat lintas negara, strategis nasional maupun yang keberadaannnya
hanya dalam satu Kabupaten/Kota; Pemerintah Daerah wajib berkoordinasi
dan berkonsultasi dengan Pemerintah Pusat, maupun dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota yang memiliki DAS.
Ayat (2) : Cukup jelas.Ayat (3) : Cukup jelas.
Ayat (4) : Cukup jelas.
Pasal 7 : Cukup jelas.
Pasal 8 : Yang dimaksud dengan :
- Data biofisik meliputi antara lain sumberdaya air, kerapatan drainase, topografi, hidro-geologi, tanah, iklim, flora dan fauna.
- Data sosial ekonomi meliputi antara lain kependudukan, tingkat pendapatan, mata pencaharian, tingkat pendidikan, perilaku, adat-istiadat yang terkait dengan Pengelolaan DAS Terpadu.
- Data kelembagaan meliputi antara lain organisasi, tugas dan peran berbagai pihak dan peraturan-peraturan yang terkait dengan Pengelolaan DAS Terpadu.
- Data tersebut berupa data primer yang dapat diperoleh melalui survey langsung atau data sekunder yang tersedia pada berbagai instansi pemerintah atau swasta.
Pasal 10 : Cukup jelas.
Pasal 11 : Cukup jelas.
Pasal 12 : Cukup jelas.
Pasal 13 : Cukup jelas.
Pasal 14 : cukup jelas.
Pasal 15 : Yang dimaksud
dengan kriteria ádalah ukuran dari sesuatu yang akan dicapai (luaran,
hasil, tujuan); sedangkan yang dimaksud dengan indikator ádalah penciri
yang bersifat khas, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan berlaku
pada kurun waktu tertentu.
Pasal 16 : Cukup jelas.Pasal 17 : Cukup jelas.
Pasal 18 Huruf a : Yang dimaksud dengan
pemanfaatan hutan adalah bentuk kegiatan pemanfaatan kawasan hutan,
pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan
kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu pada semua
kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona
rimba pada taman nasional, yang dilaksanakan secara optimal dan
berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga
kelestariannya.
Yang dimaksud dengan penggunaan hutan
adalah penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar
kegiatan kehutanan di hutan produksi dan hutan lindung tanpa mengubah
fungsi pokok kawasan hutan.
Pembangunan diluar kegiatan kehutanan
meliputi kegiatan untuk kepentingan religi, pertahanan keamanan,
pertambangan, pembangunan ketenaga-listrikan dan instalasi tekhnologi
energi terbarukan, pembangunan jaringan telekomunikasi, pembangunan
jaringan instalasi air bersih, jalan umum, serta pembangunan fasilitas
umum lainnya.
Yang dimaksud dengan penggunaan lahan
adalah upaya penata-gunaan, penyediaan, pengembangan dan pengusahaan
sumberdaya lahan secara optimal dan berkeadilan untuk kesejahteraan
masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
Yang dimaksud dengan pemanfaatan air
adalah upaya penata-gunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan
pengusahaan sumberdaya air secara optimal dan berkeadilan untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
Huruf b : Yang dimaksud dengan
restorasi hutan adalah upaya untuk mengembalikan unsur biotik (flora dan
fauna) serta unsur abiotik (geologi, topografi, tanah dan iklim) pada
kawasan hutan sehingga tercapai keseimbangan hayati.
Yang dimaksud dengan rehabilitasi hutan
dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan
fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan
peranannya dalam mendukung sistim penyanggah kehidupan tetap terjaga.
Yang dimaksud dengan reklamasi hutan dan
lahan adalah upaya memperbaiki atau memulihkan kembali vegetasi hutan
dan lahan yang rusak, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan
peruntukannya.
Huruf c : Yang dimaksud degan
konservasi hutan adalah upaya mengelola sumberdaya hutan melalui
perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara bijaksana untuk menjamin
kelestarian kawasan dan fungsinya.
Yang dimaksud dengan konservasi tanah
adalah penempatan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai
dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan
syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah.
Yang dimaksud dengan konservasi air
adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat
dan fungsi sumberdaya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan
kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup baik pada
waktu sekarang maupun yang akan datang.
Pasal 19 : Cukup jelas.Pasal 20 : Yang dimaksud dengan :
- Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
- Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
Pasal 22 : Cukup jelas.
Pasal 23 : Cukup jelas.
Pasal 24 Huruf a : Yang dimaksud dengan
tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan adalah bahwa tekhnologi yang
digunakan dalam pemanfaatan hutan dan lahan disepanjang DAS harus
dihindarkan tekhnologi yang dapat merusak DAS sebagai daerah tangkapan
air, seperti penggunaan pestisida, herbisida dan atau pembakaran lahan.
Huruf c : Yang dimaksud dengan :- Mempertahankan dan meningkatkan penutupan vegetasi tetap adalah menanam tanaman- tanaman asli pada suatu bagian DAS tertentu dan dibiarkan tumbuh tanpa mengganggu proses suksesi vegetasi alaminya, dalam arti tetap mempertahankan keasliannya.
- Pengolahan tanah menurut kontur adalah tekhnik pengolahan tanah dengan mengikuti arah bentuk gradien kemiringan (topografi) lahan.
- Koefisien dasar bangunan adalah perbandingan antara luas dasar bangunan dengan luas persil atau tanah, dimana luas bangunan harus lebih kecil dari luas lahan, yang berimplikasi pada ketersediaan lahan untuk ruang terbuka hijau yang lebih besar.
Pasal 26 : Cukup jelas.
Pasal 27 : Cukup jelas.
Pasal 28 : Cukup jelas.
Pasal 29 : Cukup jelas.
Pasal 30 : Cukup jelas.
Pasal 31 : Cukup jelas.
Pasal 32 : Cukup jelas.
Pasal 33 : Cukup jelas.
Pasal 34 : Cukup jelas.
Pasal 35 : Cukup jelas.
Pasal 36 : Cukup jelas.
Pasal 37 : Cukup jelas.
Pasal 38 : Cukup jelas.
Pasal 39 : Cukup jelas.
Pasal 40 : Cukup jelas.
Pasal 41 : Cukup jelas.
Pasal 42 : Cukup jelas.
Pasal 43 : Cukup jelas.
Pasal 44 : Cukup jelas.
Pasal 45 : Cukup jelas.
Pasal 46 : Cukup jelas.
Pasal 47 Ayat (1) : Kerusakan ekosistim
yang merugikan kehidupan masyarakat, tidak termasuk pengalihan
sebagian fungsi DAS untuk kepentingan umum, seperti pemanfaatan sebagian
air dari mata air yang telah difungsikan sebagai irigasi untuk
kepentingan air minum.
Pasal 48 : Cukup jelas.Pasal 49 : Cukup jelas.
Pasal 50 : Cukup jelas.
Pasal 51 : Cukup jelas.
Pasal 52 : Cukup jelas.
Pasal 53 : Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
NOMOR 0015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar